CIAMIS - Ratusan warga Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat, dan sekitarnya berbondong-bondong mengikuti tradisi Ngikis. Ngikis merupakan tradisi yang diselenggarakan setiap Senin atau Kamis terakhir sebelum memasuki Ramadan.
Puncak acara Ngikis ditandai dengan pengecatan simbolis pagar di kawasan Pancalikan, Situs Budaya Ciungwanara atau dikenal Objek Wisata Karangkamulyan. Tradisi yang diceritakan ini sudah berlangusng sejak abad ke-17 itu, rutin digelar masyarakat, tokoh adat, pemerintah, dan pelaku pariwisata setempat.
Jika dibanding tahun sebelumnya, acara Ngikis tahun ini lebih ramai. Jumlah pengunjung yang datang lebih banyak, begitu juga jajaran pejabat, tokoh adat, kasepuhan, dan pelaku pariwisata.
Setelah dilakukan proses pengalungan rangkaian bunga kepada Bupati Ciamis, Iing Syam Arifien, dan Kadis Pariwisata Ciamis, Sobar Sugema, rombongan memasuki kawasan Situs Budaya Ciungwanara menuju Pangcalikan diikuti arak-arakan punggawa berpakaian lengkap mengenakan pakaian adat Sunda.
Warga yang mengikuti arak-arakan juga membawa nasi tumpeng dan perbekalan makanan masing-masing.
Sesampai di Pangcalikan, Situs Ciungwanara, prosesi Ngikis dimulai dengan pembacaan sejarah Galuh. Perwakilan adat, masyarakat, dan pejabat secara bergantian melakukan simbolis pengecatan pagar. Selanjutnya, prosesi diakhiri dengan makan tumpeng bersama.
“Sekali pun harus berebutan dengan kera yang sesekali menghampiri makanan, suasanya saat unik dan ini mengesankan,” ujar Rani (26), seorang warga Karangkamluyan, Cijeungjing yang mengikuti tradisi Ngikis.
Bupati Ciamis, Iing Syam Arifien, mengulas, tradisi Ngikis sudah berlangsung turun-temurun. Ngikis merupakan simbol memperbaiki pagar di kawasan Pangcalikan.
“Dulu pagar di Pangcalikan terbuat dari bambu, setiap tahun diganti yang bambunya diambil dari seberang sungai di Patimuan. Sekarang pagar sudah permanen, sehingga simbolis dilakukan dengan pengecatan. Intinya sama memelihara dan memperbaiki pagar,” .
Lebih dalam lagi, sambung dia, arti Ngikis yakni memagari diri dari hal-hal negatif serta mempersiapkan fisik maupun mental menghadapi Ramadan. “Tradisi ini sangat bagus, sehingga perlu dipertahankan dan harus dikenalkan kepada anak-anak generasi penerus kita mendatang,” .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar